Mengelola Multiple Myeloma yang Baru Didiagnosis

Shaji Kumar, MD

Narasumber: Shaji Kumar, MD

 

Senin, 8 Oktober 2017

 

Dengan munculnya obat-obat baru dan harapan atas kombinasi beberapa obat, pengobatan myeloma yang baru didiagnosis telah berubah secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, kata Shaji K. Kumar, MD.

“Ada banyak perubahan dalam penanganan myeloma,” katanya. “Jelas ada terapi baru yang bisa mengendalikan penyakit ini, tapi yang menarik adalah kemampuan untuk melakukan intervensi dini bagi beberapa pasien, bahkan sebelum mereka memiliki myeloma.”

Shaji Kumar, profesor kedokteran di Mayo Clinic, dalam artikel ini membahas diagnosis yang tepat, stratifikasi risiko, dan obat-obatan yang dipersonalisasi untuk pasien dengan multiple myeloma. Wawancara dilakukan oleh OncLive di Kongres Tahunan Keganasan Hematologi ke-12 yang diselenggarakan National Comprehensive Cancer Network (National Comprehensive Cancer Network (NCCN) 12th Annual Congress on Hematologic Malignancies).

OncLive: Apa yang mendorong pembahasan tentang manajemen myeloma pada pasien yang baru terdiagnosis?

Kumar: Saya rasa banyak hal telah berubah pada penanganan myeloma. Mulai dari  diagnosis dan stratifikasi risiko, serta penggunaan berbagai obat. Dalam hal diagnosis, ada kriteria diagnostik baru yang mengikutsertakan pasien dengan myeloma smoldering dengan beberapa biomarker perkembangan dini. Pasien seperti ini sekarang dianggap sebagai pasien dengan myeloma. Jadi, penting untuk membuat diagnosis yang tepat, terutama saat menentukan kapan harus memulai perawatan untuk pasien tersebut.

Aspek penting kedua adalah stratifikasi risiko. Kita telah lama menggunakan stratifikasi berbasis FISH (fluorescence in situ hybridization, yaitu uji genetik–Ed.). Ada juga international staging system (ISS, untuk menentukan stadium–Ed.) yang telah direvisi dengan mengikutsertakan hasil FISH dengan ISS serta serum laktat dehidrogenase (LDH), agar lebih bisa memberi gambaran tentang pasien mana yang ke depannya kurang begitu baik perkembangannya, dan pasien mana yang akan relatif baik dibanding yang lain.

Penentuan baru stadium MM tahun 2015 –Ed.

Stratifikasi risiko sangat penting karena mungkin ada beberapa implikasi mengenai rejimen apa yang bisa digunakan, serta kombinasi atau urutan obat dan jangka waktunya.

Terakhir, belum lumrahnya penggunaan kombinasi obat biasanya menghalangi kita menggunakan kombinasi multi-obat untuk myeloma. Kombinasi bortezomib (Velcade) dengan lenalidomide (Revlimid) dan deksametason pada percobaan (trial) fase III bisa meningkatkan kelangsungan hidup pasien, dan harus dianggap sebagai standar perawatan kecuali ada alasan kuat mengapa mereka tidak dapat memperoleh obatnya.

Tentu saja, pasien harus selalu diperhitungkan untuk mengikuti uji klinis karena kita harus selalu memperbaiki perawatan. Kemampuan mengkombinasi obat baru akan menjadi kunci di masa depan.

OncLive: Apa saran Anda bagi para onkolog tentang cara mengelola pasien yang baru didiagnosis?

Kumar: Pesan utama adalah membuat diagnosis yang benar, memastikan pasien mendapatkan uji FISH dan risiko mereka dikelompokkan dengan tepat, dan kemudian memastikan mereka mendapatkan kombinasi proteasome inhibitor (mis. Bortezomib, Carfilzomib–Ed.) dan obat imunomodulator (mis. Lenalidomide, Thalidomide–Ed.).

Aspek perawatan lain yang menurut saya perlu diingat adalah penanganan komplikasi dan efek samping terapi. Banyak dari pasien myeloma ini datang dengan komorbiditas (penyakit lainnya–Ed.). Ingatlah, usia rata-rata mereka adalah 67, jadi cenderung lemah. Myeloma sendiri dapat secara signifikan mengganggu kesehatan para pasien ini, dan beberapa pasien mungkin ada yang memiliki insufisiensi ginjal atau anemia berat, yang dapat memperburuk masalah jantung yang sudah ada sebelumnya. Semua ini perlu diperhitungkan saat Anda memutuskan perawatan. Bagi pasien yang dalam kondisi baik dan memenuhi syarat transplantasi, kombinasi 3 obat adalah standar perawatan. Tapi, jika pasien memiliki komorbiditas atau lemah, kita benar-benar perlu mempertimbangkan modifikasi dosis rejimen triplet ini-mungkin hanya menggunakan 1 obat dan bukan triplet. Memahami risiko penyakit, tapi juga memahami kondisi pasien, sangat penting dalam hal membuat keputusan terapi awal.

Hal kedua yang perlu dipertimbangkan adalah kelayakan transplantasi. Pasien yang masih muda biasanya layak ditransplantasi, dan batas maksimal umur bervariasi dari satu negara ke negara lain. Di Amerika Serikat, umumnya kami melakukan transplantasi hingga pasien berusia 75. Tapi Anda harus melihat setiap pasien dalam konteks mereka sendiri. Bisa saja pasien muda punya banyak komorbiditas, atau sebaliknya, pasien lebih tua namun sangat bugar. Umur tidak dapat menjadi kriteria tunggal untuk memilih seseorang untuk transplantasi. Lalu, bagian kedua dari kelayakan transplantasi adalah bahwa hari ini, pasien mungkin terlihat tidak memenuhi syarat karena rasa sakit akibat lesi tulang. Status kesehatannya buruk. Tapi, setelah 1 atau 2 siklus terapi, status kesehatannya bisa jauh lebih baik dan bisa dipertimbangkan kembali. Saya rasa kita tidak boleh menutup pintu pada ketidakmampuan transplantasi berdasarkan kunjungan awal pasien.

Poin terakhir yang perlu diingat adalah pengelolaan efek samping obat. Semua obat pasti memiliki toksisitas, dan bila digunakan secara kombinasi, toksisitasnya lebih banyak. Sangat penting untuk mengelola toksisitas dengan tepat, bukan menurunkan dosis dengan cepat, karena dosis obat yang kurang optimal bisa lebih berbahaya dalam jangka panjang. Ada banyak panduan bagus yang menjelaskan bagaimana memodifikasi obat berdasarkan toksisitas, dan bagaimana mengubah dosis berdasarkan penilaian awal kelemahan.

OncLive: Ke depan, bagaimana Anda melihat penerapan teknik manajemen awal yang baik yang mempengaruhi lanskap multiple myeloma?

Kumar: Dalam skenario terbaik, jika semua langkah ini dilakukan dan semua pasien mendapatkan terapi awal yang optimal, saya pikir 2 hal akan terjadi. Durasi remisi pertama akan semakin lama. Saat ini, kita tahu bahwa durasi remisi kira-kira 4 tahun pada pasien yang mendapatkan transplantasi dan perawatan, dan pada pasien yang tidak memenuhi syarat transplantasi, berada di antara 2 dan 3 tahun, berdasarkan pendekatan saat ini.

Kini, selain remisi yang lebih lama, pasien juga bisa mencapai kondisi lebih baik saat kambuh (relapse) pertama, yang hampir sama dengan kondisi saat baru didiagnosis. Hal ini membuka pilihan untuk menggunakan terapi yang lebih intensif di lini kedua, yang dapat menghasilkan respons yang lebih lama saat kambuh (relapse). Saya kira kemajuan perawatan dan kesehatan pasien myeloma kini lebih besar seiring terapi yang lebih efektif.

 

Diterjemahkan dari artikel asli:

Managing Newly-Diagnosed Multiple Myeloma, wawancara oleh Angelica Welch (OncLive), dipublikasikan secara online 8 Oktober 2017 di http://www.onclive.com/conference-coverage/nccn-hem-2017/managing-newlydiagnosed-multiple-myeloma?p=1