Kemoterapi dan Obat Lainnya

Obat-obatan untuk multiple myeloma biasanya memiliki dua tujuan: menghancurkan atau mengendalikan sel-sel myeloma; atau menyembuhkan gejala seperti sakit tulang atau gagal ginjal.

Obat multiple myeloma dapat berupa tablet, kapsul, maupun diberikan lewat infus. Biasanya diberikan dalam kombinasi 2 atau 3 obat untuk meningkatkan efektivitasnya.

Ada banyak jenis obat yang digunakan untuk mengobati multiple myeloma.

    1. Kemoterapi
    2. Kortikosteroid
    3. Agen imunomodulasi (IMiD)
    4. Penghambat proteasom
    5. Penghambat histon deasetilase (HDAC)
    6. Antibodi monoklonal/buatan
    7. Imunoterapi

1.  Kemoterapi

Obat kemoterapi untuk multiple myeloma termasuk

  • Melpalan
  • Vinkristin
  • Siklofosfamid
  • Etoposid
  • Doksorubisin
  • Liposomal doksorubisin
  • Bendamustin

melphalan

 

 

 

 

 

 

 

 

Agar lebih efektif, obat ini kerap diberikan secara kombinasi dengan obat lainnya. Misalnya dengan kortikosteroid atau agen imunomodulasi (yang bisa mengubah respon kekebalan tubuh).

Efek samping umum kemoterapi seperti rambut rontok, sariawan, hilang selera makan, mual dan muntah, serta hitung darah rendah bisa saja terjadi. Namun, kebanyakan efek samping ini bersifat sementara dan hilang setelah pengobatan selesai. Efek samping bisa diatasi dengan obat maupun cara-cara lainnya, seperti ketenangan pikiran.

Kembali ke atas


2.  Kortikosteroid

Kortikosteroid seperti deksametason dan prednison penting dalam pengobatan multiple myeloma. Obat golongan ini bisa digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan obat lain. Kortikosteroid juga berguna untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi.

prednisone

Kembali ke atas


3.  Agen imunomodulasi (IMiD)

Agen imunomodulasi bekerja dengan cara mempengaruhi sistem kekebalan tubuh agar dapat melawan sel-sel multiple myeloma.

Thalidomide (Thalomid, Thalide, Thalix, Thaloda, dll)

Thalix-50-Capsules (1)

thalideok

Thalidomide adalah agen imunomodulasi tertua dalam pengobatan multiple myeloma. Thalidomide dikombinasi dengan obat lain dan bisa digunakan untuk pasien baru, baik yang akan menjalani SCT atau tidak, pasien yang mengalami kambuh (relapse) atau tidak mempan (refractory), serta untuk pemeliharaan (maintenance).

Kombinasi Thalidomide dan deksametason, atau Thal-dex, digunakan untuk pasien baru. Thalidomide juga bisa dikombinasi dengan melpalan dan prednison untuk pasien yang tidak akan menjalani SCT. Kombinasi ini dinamakan MPT.

Kombinasi lainnya adalah Thal-dex dengan Velcade (bortezomib) yang disebut VTD, dan biasanya dilakukan sebelum SCT. Thalidomide juga bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasi dengan prednison atau kortikosteroid lain untuk pemeliharaan.

Thalidomide dinilai efektif bagi pasien yang beragam, termasuk lansia (65 tahun ke atas), pasien yang telah menerima kemoterapi dosis tinggi dengan melpalan dan menjalani SCT, serta pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Thalidomide tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui, serta pasien dengan riwayat kerusakan saraf/neuropati atau pembekuan darah/DVT.

 

Lenalidomide (Revlimid, Lenalid, Lenid)

lenalid

Lenalidomide juga merupakan IMiD dan secara kimia serupa dengan thalidomide. Namun, ia lebih kuat dan memiliki efek samping yang berbeda. Misalnya, ngantuk, sembelit, dan neuropati lebih jarang terjadi dengan lenalidomide.

Kombinasi lenalidomide dan deksametason (Rd) dinilai efektif bagi pasien baru dan pasien yang mengalami kambuh atau tidak mempan terhadap terapi yang sedang dijalani. Seperti thalidomide, kombinasi ini juga dinilai efektif bagi beragam pasien, termasuk pasien baru, kambuh, maupun tidak mempan; lansia (>65 tahun), pasien berisiko tinggi, pasien yang telah diobati dengan thalidomide; pasien yang telah menerima beberapa terapi selama lebih dari 4 tahun, pasien yang menjalani kemoterapi dosis tinggi dan SCT, serta pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

 

Pomalidomide (Pomalyst, Pomalid)

Pomalidomide juga serupa dengan thalidomide dan lenalidomide, namun lebih kuat (poten). Pomalidomide bisa digunakan oleh pasien myeloma yang telah menerima setidaknya dua jenis terapi, termasuk bortezomib atau penghambat proteasom lain, dan lenalidomide.

Pomalidomide mengikat protein cereblon pada sel-sel myeloma, sehingga memicu kematiannya. Obat ini juga merangsang sistem kekebalan dan memengaruhi pembuluh darah dan zat-zat lain di sekitar tumor yang membantunya tetap hidup dan tumbuh. Pomalidomide dinilai efektif pada pasien yang mengalami kambuh dan tidak mempan terhadap obat lain, termasuk bortezomib dan lenalidomide.

Saat ini, pomalidomide hanya tersedia di  Amerika Serikat dan Singapura melalui ujicoba klinis (clinical trial), dan belum tersedia di Indonesia.

Kembali ke atas


4.  Penghambat proteasom

Penghambat proteasome (proteasome inhibitor) bekerja dengan cara menghentikan serangkaian enzim proteasom di dalam sel agar tidak memecah-belah protein penting yang mengendalikan pembelahan sel.

Bortezomib (Velcade, Fonkozomib)

Bortezomib adalah obat pertama dalam golongan penghambat proteasom. Bortezomib digunakan sebagai terapi awal pada pasien kandidat SCT maupun yang tidak. Biasanya, bortezomib dikombinasi dengan deksametason, atau obat lainnya. Contohnya, bortezomib-lenalidomide-deksa (VRD) atau bortezomib-siklofosfamid-deksa (CyBorD). Sedangkan bagi pasien yang mengalami kambuh atau tidak mempan, bortezomib bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasi.

Bortezomib dapat diberikan lewat infus maupun suntik subkutan (bawah kulit). Ia dinilai efektif terhadap beragam pasien, termasuk lansia (>65 tahun); berisiko tinggi; myeloma agresif akibat perubahan DNA; yang telah menerima kemoterapi dosis tinggi dan menjalani SCT; penurunan fungsi ginjal; dan memiliki penyakit tulang.

 

 

Carfilzomib (Kyprolis, Carfilnat)

Carfilzomib adalah obat baru pada golongan penghambat proteasom. Bagi pasien yang mengalami kambuh setelah diobati dengan 3 jenis terapi, carfilzomib bisa digunakan dengan kombinasi deksametason dosis rendah (Kd), atau ditambahkan lenalidomide (KRd). Carfilzomib juga bisa digunakan secara tunggal untuk pasien yang mengalami kambuh atau tidak mempan setelah mendapat satu jenis terapi atau lebih.

Carfilzomib diberikan lewat infus, biasanya dalam siklus 4 minggu. Ia dinilai efektif pada pasien myeloma risiko tinggi akibat abnormalitas DNA; riwayat gangguan saraf/neuropati; lansia (>65 tahun); dan mengalami penurunan fungsi ginjal.

Carfilzomib belum tersedia di Indonesia. Hanya ada di Amerika Serikat dan Singapura melalui ujicoba klinis.

 

 

Ixazomib (Ninlaro)

Ixazomib adalah turunan terbaru di kelas obat penghambat proteasom. Karakteristik dan aktivitasnya dinilai lebih baik dibanding bortezomib.

Ixazomib berbentuk kapsul, diminum seminggu sekali selama 3 minggu, lalu seminggu libur. Bagi pasien yang sudah menerima setidaknya satu jenis terapi, ixazomib bisa dikombinasi dengan lenalidomide dan deksametason dosis rendah.

Obat ini dinilai efektif bagi pasien yang telah menjalani 1 hingga 3 jenis terapi atau lebih (terapi berat sebelumnya); mengalami tidak mempan terhadap terapi; menjalani kemoterapi dosis tinggi dan SCT; usia muda maupun lansia; penurunan fungsi hati/liver; dan penurunan fungsi ginjal.

Ixazomib belum tersedia di Indonesia. Hanya ada di Amerika Serikat dan Singapura melalui ujicoba klinis.

Kembali ke atas


5.  Penghambat histon deasetilase (HDAC inhibitor)

Penghambat HDAC adalah golongan obat yang menentukan gen-gen mana yang akan diaktifkan di dalam sel tubuh. Obat ini berinteraksi dengan protein dalam kromosom yang dinamakan histon.

Panobinostat (Farydak)

Panobinostat adalah penghambat HDAC yang digunakan untuk mengobati pasien yang telah diobati dengan bortezomib dan agen imunomodulasi (IMiD). Obat ini diminum sebagai kapsul, biasanya 3 kali seminggu selama 2 minggu, lalu libur seminggu. Siklus ini lalu diulang. Panobinostat belum tersedia di Indonesia. Hanya tersedia di Amerika Serikat.

Kembali ke atas


6.  Antibodi monoklonal

Antibodi adalah protein alami yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk membantu melawan infeksi. Antibodi buatan disebut antibodi monoklonal, dan dapat dirancang untuk menyerang target tertentu, misalnya zat-zat tertentu pada permukaan sel myeloma.

Daratumumab (Darzalex) adalah antibodi monoklinal yang menempel pada protein CD38 pada permukaan sel-sel myeloma. Obat ini diberikan untuk pasien yang telah menerima paling tidak 3 lini terapi, termasuk penghambat proteasom dan agen imunomodulasi (IMiD), atau yang tidak mempan diobati dengan kedua jenis obat tersebut.

 

Elotuzumab (Empliciti) memburu protein SLAMF7 pada sel-sel myeloma yang ditemukan pada lebih dari 95% pasien. Pada tahun 2015, elotuzumab disetujui untuk digunakan secara kombinasi dengan lenalidomid dan deksametason untuk mengobati pasien multiple myeloma yang telah menerima 1 atau 3 terapi utama. Elotuzumab belum tersedia di Indonesia. Hanya ada di Amerika Serikat melalui ujicoba klinis.

 

Pembrolizumab (Keytruda) adalah obat baru yang tengah dikembangkan melalui ujicoba klinis di Amerika Serikat. Obat ini menargetkan penanda tumor PD-L1 dan telah disetujui penggunaannya untuk pasien melanoma (kanker kulit) atau kanker paru. Kini, pembrolizumab sedang dievaluasi dalam ujicoba klinis untuk dikombinasi dengan lenalidomide dan deksametason untuk pasien MM yang baru terdiagnosis, dan untuk dikombinasi dengan pomalidomid dan deksametason bagi pasien yang mengalami kambuh (relapse) atau tidak mempan (refractory).

Kembali ke atas


7.  Imunoterapi

Imunoterapi adalah pendekatan paling mutakhir dalam pengobatan multiple myeloma. Imunoterapi adalah cara merangsang sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk menyerang sel-sel kanker.

Vaksin akan merangsang respon kekebalan terhadap antigen spesifik tumor, atau zat-zat yang dianggap benda asing oleh tubuh. Sejumlah vaksin tengah dikembangkan dalam ujicoba klinis untuk mengobati multiple myeloma. Vaksin pertama tengah diuji pada pasien yang telah diobati dengan agen imunomodulasi (IMiD) dan hampir mencapai remisi, untuk melihat apakah vaksin ini meningkatkan hasil pengobatan.

Vaksin kedua dalam ujicoba klinis menargetkan protein MAGE-A3 yang kerap ditemukan pada permukaan sel-sel myeloma pada pasien berisiko tinggi. Tujuan vaksin ini adalah membantu melatih sistem kekebalan untuk mengenali, menyerang, dan membunuh sel-sel myeloma dengan protein tersebut.

Terapi sel-T adoptif adalah pendekatan terapeutik baru yang tengah diujicobakan pada multiple myeloma dan kanker lainnya. Sel-sel T akan diambil dari tubuh pasien dan diaktivasi dengan reseptor antigen kimerik (chimeric antigen receptor, CARs). CARs adalah protein yang membuat sel-T bisa mengenali antigen spesifik pada sel-sel tumor.

Karena masih dalam tahap ujicoba klinis, saat ini imunoterapi belum tersedia di negara mana pun.

Kembali ke atas

 


Contoh kombinasi obat untuk multiple myeloma:

  • Melphalan dan prednisone (MP), dengan atau tanpa thalidomide atau bortezomib
  • Vincristine, doxorubicin (adriamycin), dan dexamethasone (disebut VAD)
  • Thalidomide (atau lenalidomide) dan deksametason
  • Bortezomib, doxorubicin, dan deksametason
  • Bortezomib, deksametason, dan thalidomide (atau lenalidomide)
  • Liposomal doxorubicin, vincristine, dexamethasone
  • Carfilzomib, lenalidomide, dan deksametason
  • Deksametason, siklofosfamid, etoposid, dan cisplatin (disebut DCEP)
  • Deksametason, thalidomide, cisplatin, doxorubicin, cyclophosphamide, dan etoposid (disebut DT-PACE), dengan atau tanpa bortezomib
  • Panobinostat, bortezomib, dan deksametason
  • Ixazomib, lenalidomide, dan deksametason
  • Elotuzumab, lenalidomide, dan deksametason

Pilihan dan dosis terapi tergantung pada banyak faktor, antara lain stadium, usia, dan fungsi ginjal pasien.



 

Penafian:

Semua gambar pada halaman ini diambil bebas dari internet dan hanya digunakan untuk tujuan ilustratif dan informatif. MMI tidak menerima permintaan maupun imbalan dalam bentuk apapun dari pihak manapun atas pemuatan gambar tersebut.

 



 

Berikutnya

Bifosfonat Tulang
Radiasi / Sinar
Operasi
Stem Cell Transplant

 

Kembali ke

Statistik
Apa Itu MM
Gejala
Jenis
Klasifikasi
Stadium
Lab & Diagnostik
Pengobatan & Perawatan
Mengelola Efek Samping
Dokter Spesialis
BPJS
FAQ – Pertanyaan Umum